Recents in Beach

Setitik Harapan



"Tidak! Kenapa ini mesti terjadi." teriak wanita muda sambil menutup wajahnya dengan ke dua telapak tangan kemudian melangkah pergi dari halaman rumahnya. Muka kelihatan lesu, mata sembab bekas menangis semalam, dengan langkah kaki tanpa tujuan. Ia terus berjalan tak peduli dengan sengatan matahari. Sesekali tangannya menyeka keringat yang bercucuran di wajahnya. Dahaga. Tak lagi ia rasakan, yang ada hanya sesak di dada. Ia mencoba untuk melupakan apa yang telah menimpanya.

"Jadilah wanita tegar, lihatlah matahari itu yang tak pernah putus asa meski mendung tebal menghalangi sinarnya." kalimat itu terngiang di telingannya.

Sejenak ia berhenti, senyum terukir di bibirnya. Dengan rasa tak percaya ia menatap taman di depannya, ya, tak terasa langkah kakinya sudah jauh meninggalkan rumah. Akhirnya iapun memasuki taman itu dan duduk di bangku kayu untuk melepas lelah. Dengan tangan menupang di dagu ia memperhatikan anak-anak yang bermain ayunan, sesekali ia tersenyum, ia merasa terhibur dan mulai sedikit tenang.

"Iza...!"

Wanita muda itu yang tak lain adalah Syafiza atau yang sering dipanggil Iza oleh teman-teman sewaktu masih di bangku sekolah, dengan reflek terkejut melihat ke arah sesosok pria yang memanggilnya. Pria itu dengan langkah tenang menghampiri Iza yang masih terdiam seakan sedang mengingat sesuatu.

"Lupa saya, ya?" suara lirih pria itu.

"Siapa, ya?" Iza balik bertanya.

Pria itu hanya tersenyum lalu duduk di sebelah Iza tanpa ragu. Hening. Keduanya terdiam seakan bermain dengan pikiran masing-masing.

"Faisal...! Kamu Faisal, benar 'kan?"

Pria itu tak menjawab, ia hanya menoleh ke arah Iza, keduanya peradu pandang, desir dada pria itu gemuruh menahan rasa rindu, wanita yang selalu mengusik hatinya kini berada di hadapannya setelah bertahun-tahun jarak memisahkan karena ia harus pergi ke luar negeri untuk melanjutkan study.

"Terkadang, seseorang akan lupa dengan wajah sahabat dekatnya, mungkin karena sudah lama tak ketemu, atau bahkan ada faktor lain." sambil tersenyum pria itu mulai berbicara.

"Masa Allah, aku benar lupa, habis kamu tambah keren, hehe."

Taman Nasional Tunku Abdul Rahman kota Kinabalu yang memiliki luas sekitar 4.929 hektare ini ramai oleh para wisatawan. Pertemuan yang tak terduga diantara kedua sahabat saat waktu di bangku SMA membuat wajah mereka berseri. Mereka saling bercerita apa yang dialaminya. Faisal bercerita kisah saat di luar negeri. Sedangkan Iza bercerita kisah percintaannya yang harus berakhir karena tanpa persetujuan dari orang tua dari kekasihnya.

"Cukup... cukup, jangan dilanjut, aku tak ingin melihat pipi ini dibasahi air mata." tangan Faisal mengusap lembut pipi Iza yang dibasahi butiran air mata. Seakan Faizal pun merasakan apa yang dirasakan oleh Iza.

Matahari pun sudah bergeser ke arah barat, semilir angin di musim kemarau semakin kencang, Iza dan Faisal telah meninggalkan taman, pertemuan yang cukup menyenangkan bagi mereka berdua, setidaknya rasa gundah yang Iza rasakan terobati oleh kehadiran Faisal. Begitupun dengan Faisal merasakan masih ada kesempatan untuk memupuk bunga-bunga cinta yang se—kian lama gersang oleh waktu.


***


Sementara itu jauh di pinggiran kota Sabah, Kinabalu. Lisa, duduk-duduk di teras rumahnya, secangkir kopi dan kripik ubi berada di meja kecil sampingnya duduk. Majalah di tangannya dengan penuh antusias matanya terus menatap lembaran demi lembaran majalah itu. Kemudian ia menutup majalah dan meraih cangkir kopi yang sudah mulai dingin, namun entah kenapa ia tak jadi meneguk-nya, cangkir kopi diletakan kembali di atas meja.

Lisa berdiri lalu melangkah ke halaman, dilihatnya bunga mawar yang mulai mengering karena kurang siraman air.

"Dulu bunga ini indah sekali, ketika masih dirawat dengan baik." bisik hati kecilnya.

Lisa mendesah perlahan seakan ia merasakan sebuah kerinduan yang mendalam, ditatapnya langit yang cerah meski matahari sudah berwarna jingga namun tak ada sedikit pun gumpalan awan hitam.

"Awan hitam... aku sangat merindukanmu, bukan aku merindukan petirmu, dan pekatmu, tapi aku merindukan tetesan air hujanmu, untuk menyiram bunga ini dan menyapu debu yang menbuat sesak nafasku." ucap Lisa lirih sambil menyetuh bunga di hadapannya.

Sesaat kemudian, Lisa, dikejutkan oleh deringan Smartphonenya, lalu ia berjalan kembali ke teras dan mengambil Smartphone, panggilan masuk dari sahabatnya, Iza. Ia menekan tombol warna hijau.

"Halo, say... sibuk nggak?" suara renyah bagaikan krupuk udang terdengar pemilik suara itu sedang senang.

"Nggak, lagi duduk di teras sambil ngopi." jawab Lisa. "Tumben, telpon." lanjutnya.

"Aku ada cerita, say, mau dengar?" suara Iza penuh semangat.

"Tentu. Ceritalah." jawab Lisa bersahaja.

Begitulah, kedua wanita itu yang sudah cukup lama menjalin persahabatan seakan mereka bagaikan saudara. Iza dengan antusiasnya bercerita tentang masalah dirinya tanpa ada yang disembunyikan, bahkan pertemuannya dengan Faisal siang tadi pun ia ceritakan ke Lisa. Sementara Lisa dengan serius menjadi pendengar yang baik, sesekali menyela dan memberi nasehat jika Iza mulai putus asa.

"Bagaimana dengan kamu, say?" pertanyaan Iza membuat Lisa sedikit gugup dan terdiam sejenak.

Memang Lisa yang menyimpan seribu rahasia dalam dirinya, meski ia sering menasehati sahabat-sahabatnya bukan berarti Lisa tak ada masalah dengan kehidupannya. Namun, Lisa tak mau ada orang lain tahu apa yang sedang ia rasakan, mungkin hanya lembaran kertas putih yang dapat menyaksikan apa yang dirasakan oleh Lisa.

"Aku... akan tetap di sini, di teras rumah ini, setia, menunggu awan hitam itu." Lisa menjawab sambil tersenyum hambar.

Iza terkejut dengan jawaban Lisa yang menurutnya sangat aneh, meski demikian Iza tak mampu mengeluarkan kalimat berbagai pertanyaan yang ada di kepalanya untuk dipertanyakan ke Lisa lagi. Akhirnya ke dua wanita itu mengakhiri obrolannya, dengan rasa yang berbeda. Iza, sedang berbunga dengan kehadiran Faisal. Sedangkan Lisa, dengan setitik harapan menjaga bunga mawar agar tak gugur dari tiupan angin di musim kemarau, dan awan hitam akan segera datang dengan membawakan setetes air yang akan membasahi pekarangan rumahnya dan menyiram subur bunga mawar agar menjadi indah sepanjang masa.


Penulis : Lisa Nel
Catatat: Cerita fiksi, ide saat kurang minum kopi, jadi jika cerita ini kurang rempah-rempah untuk menjadi cerita yang unik, harap dimaklum.

Posting Komentar

34 Komentar

  1. cerita kurang kopi aja bisa begini, Apalagi banyak kopi. pasti lebih seger lagi. kutunggu deh cerita selanjutnya. Jangan lupa kopinya diminum dulu. sambil menunggu datangnya awan tuk membasahi bunga yang layu. hahahaha

    BalasHapus
  2. Mmm.. Ada rahasia apa ini..?

    Mungkinkah cinta segitiga 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rahasia dibalik google Adsense, mungkin... Hehe

      Hapus
  3. hemm, tokoh utamnya mbak ya, n jalan ceritanya fiksi. betul nggak mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mas, tokohnya saya sendiri dan cerita fiksi. Hehe

      Hapus
  4. kenapa harus membisu?? untuk menjaga perasaan sahabatnya atau tak mau membebaninya?? cinta segitiga memang rumit :D

    BalasHapus
  5. "Rempah-rempahnya"sudah cukup makjleb menurut saya, tinggal di sajikan dengan penuh Cinta, hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi cintanya masih timbul tenggelam, mang. Hehe

      Hapus
  6. heem..,kurang rempah dan efek kurang minum kopi aja sudah menyentuh gini ceritanya.? apalagi kalau semua unsurnya sudah lengkap.? pasti akan sangat mengena, hehe.

    semoga hujannya segera turun, aku juga mendo'akan semoga bunga yang telah lama layu itu, segera tumbuh dan bersemi indah lagi seperti dulu.., hehe


    komentar efek kebanyakan kopi nich..!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, kalau kopinya ada banyak isa dunk kirim ke saya.

      Hapus
  7. hem... aku terus piye gitu bacanya Mbak Lisa. Kurang kopi atau kelebihan kopi? nikmat banget bacanya :)

    BalasHapus
  8. Menunggu lanjutan ceritanya, masih penasaran...

    BalasHapus
  9. Ini ngegantung ih :( tadi tak kira endingnya bakal romantis-romantis gimana gitu :D ternyata engga :( seandainya awan itu tak datang mungkin air sumur bisa mengantikan mbak :D // njay

    BalasHapus
  10. Asik nih, berjalan trus bacanya..
    ditemani segelas es..hehe

    Keren mba, trus berbagi lwat blog ini (y)
    baca ulang lagi ah, belum ngeh nih..hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, terus semangat ini, mas Andi.. Hehe
      Silahkan.

      Hapus
  11. Wah jadi penasaran, wanita yang tidak mengeluh bukan berarti tidak punya masalah. Jangan-jangan cinta direbut teman nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi cintanya direbut, teman, mas. Hehe

      Hapus
  12. Wah, mbak Lisa bisa aja nih ngehayalnya. hehehehehe.

    BalasHapus
  13. nih....tak tambahin kopinya, sekalian dengan susu nyah atuh nih.... (sambil mlirik manja)

    BalasHapus
  14. haha
    ok deh aku termasuk yang ada dalam daftarkan
    daftar orang yang suka curhat dan minta nasehatmu hehe

    ya aku juga sedang menunggu cahaya untuk menerangi seseorang cie

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cie.. Cie,, yang sedang menunggu cahaya.

      Hapus
  15. Namun terkadang awan hitam justru datang dengan guntur dan angin topan! Bukankah begitu..

    Saya kira di akhir cerita akan sedikit membuat saya terpana, tapi apa daya penulisnya kurang ngopi...wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang guntur dan topan terkadang terjadi, tapi setidaknya turun hujan, kan?

      Hahaha.. Sengaja itu.

      Hapus
  16. Yah... Kok nggantung sih endingnya?
    Bener² kurang ngopi nih, penulisnya.

    Monggo... Kopinya... (Nyodorin biji kopi) 😁😁😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sengaja dibuat gantung sih, supaya sampean kasih biji kopi.. Hehe

      Hapus
  17. "Awan hitam??" siapa dia... ??
    Sosok kekasih disamarkan dalam kata awan hitam, padahal jika dia hadir dapat membuatnya kembali bersemi... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, kepekaan yang luar bisa, pasti sampean menghayati cerita diatas.

      Hapus