Recents in Beach

Sepenggal Prasangka Buruk


Sepenggal Prasangka Buruk

Surat lamaran kerja sudah siap aku masukkan dalam map warna merah. Aku pun segera bersiap dengan pakaian yang rapi. Ya, hari ini aku akan pergi ke sebuah perusahan untuk melamar pekerjaan. Perusahan yang cukup jauh dari tempatku tinggal. Dengan mengendarai motor supra X, aku harus menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam baru bisa sampai ke perusahan tersebut.

"Hati-hati di jalan, Nak," ucap Ibu sambil memelukku dengan penuh kasih sayang.

Aku mengangguk dan tersenyum, seakan pelukan Ibu memberi semangatku untuk melangkahkan kaki ini. "Yupz, kau harus semangat, Mel!" Gumam ku dalam hati.

Jarum jam tepat menunjukan pukul 10 pagi, cuaca terasa sangat panas sekali, aku pun telah tiba di perusahaan yang aku tuju. Setelah motor aku parkir dengan baik, aku pun melangkah mendekati pintu masuk.

"Permisi, Pak," ucapku pelan sambil menundukkan kepala.

"Ya, anda mencari siapa?" Jawab lelaki itu.

Lelaki itu adalah salah satu Security, di perusahan ini. Lalu aku tanpa ragu menceritakan tujuanku. Tak lama kami berbincang-bincang aku pun dibawa ke sebuah ruangan untuk bertemu Manager perusahan. Surat lamaran kerja aku berikan. Namun tak lama kemudian surat lamaran kerja di kembalikan padaku.

"Kamu terlambat datang ke sini, pekerjaan yang kamu cari sudah ditempati karyawan baru." Ucap Manager sambil mengulurkan map merah yang berisi surat lamaran kerja.

"Dhekk!" Jantungku berdetak kencang, tanganku gemetar memegang surat lamaran kerja. Kemudian aku pun meninggalkan tempat itu dengan semangat yang hilang.

Matahari tepat di atas kepala, perutku terasa lapar dan akhirnya aku menghentikan motor di sebuah warung di tepi jalan. Warung ini sederhana tapi banyak pengunjungnya. Aku pun masuk dan membaca menu yang di jual di warung ini. Setelah aku memesan semangkuk bakso dan segelas es teh, aku pun pergi mencari tempat duduk. Sialnya, tempat duduk di warung ini sudah pun penuh.

"Mbak, disebelah sana masih ada tempat duduk yang kosong," suara pelayan memberitahu sambil tangannya menunjuk ke arah kursi yang kosong.

Aku pun mengikuti arahannya. Disebelah kursi tempat ku duduk, ada seorang wanita yang sedang menikmati es buah, wanita itu kelihatan angkuh, bahkan saat aku sapa, ia hanya tersenyum hambar. Aku pun tak ambil peduli dengan wanita itu. Sambil menunggu bakso yang aku pesan, aku membuka surat lamaran kerja.

"Sedang cari kerjaan?" Sapa wanita di sampingku.

Aku terkejut dengan sapaan itu, lalu mengangguk pelan. Dan kemudian meneguk es teh yang telah terhidang.

"Boleh saya lihat surat lamaran kerja kamu?" Lanjut wanita itu kemudian.

Tanpa ragu aku menyerahkan surat tersebut, dan wanita itu membuka satu per satu lampiran kertas, sambil sesekali mengerutkan dahinya dan kemudian menatapku. "Surat lamaran kerja yang sangat bagus." Ucap wanita sambil mengembalikan map merah itu padaku.

"Tapi, sangat disayangkan pekerjaan yang aku lamar sudah ditempati orang," jawabku sambil menunduk.

Namun wanita disampingku ini tak ada respon sama sekali, seakan tak peduli dengan apa yang aku bicarakan. Ada rasa penyesalan setelah kalimatku tak dihiraukan. Ya, mungkin aku yang bodoh, cerita pada orang yang tidak aku kenal, atau dia benar-benar wanita angkuh yang selalu slow respon.

Tak lama kemudian wanita itu berdiri, setelah membayar es buah yang ia makan. "Kamu butuh pekerjaan. Kamu bisa datang besuk pada jam kerja ke alamat ini." Sambil meletakkan kartu nama di atas meja. "Dan berikan kartu nama itu pada Security yang jaga!" Lanjut wanita itu, lalu ia pun berlalu dari hadapanku.

Kemudian aku ambil kartu nama itu yang lengkap dengan alamat sebuah perusahan, ya perusahan ini tak asing lagi terdengar. Pasti setiap orang di kota ini kenal nama perusahan terbesar yang sering di impikan setiap orang bisa bekerja di dalamnya.

"Siapa wanita itu tadi? Ah, kenapa aku bodoh sekali tidak menanyakan namanya?"

Aku berdiri mencoba mengejar wanita itu, namun wanita itu sudah tak kelihatan lagi. Aku kembali masuk ke warung untuk menghabiskan bakso ku, setelah itu aku pun kembali pulang.


***


Rintik hujan di luar sana terdengar semakin lebat, malam pun sudah semakin larut, entah kenapa mataku belum terasa ngantuk. Kembali ku ambil kartu nama yang diberikan oleh seorang wanita tadi siang. Hati ku ragu untuk mendatangi perusahaan yang tertera pada kartu nama itu. "Ah, jangan-jangan wanita itu pembohong, mana mungkin dia saja kelihatan tak punya pekerjaan tetap, berpakaian saja sederhana layaknya orang biasa pada umumnya." Gumam ku lirih hampir tak ada suara.

"Kreek," pintu kamarku terbuka, Ibu berdiri di depan pintu, dan kemudian Ibu duduk di tepi tempat tidurku.

"Belum tidur, Mel?"

"Belum, Bu! Entah kenapa mata belum ngantuk," jawabku pelan.

"Apa salahnya kamu datangi perusahaan itu, siapa tahu itu benar." Ibu berbicara seolah tahu apa yang sedang aku pikirkan.

"Tapi, Bu."

"Ibu tahu apa yang kamu pikirkan, kamu tak boleh berprasangka buruk dengan pandangan sekilas." Ibu menyela kalimat ku.

"Gagal itu bukan berarti berakhir, tapi bila kita tetap mencoba dan berusaha pasti akan dapat apa yang kita cari, anakku," Ibu dengan lembut menasehati.

"Lagi kita tidak boleh melihat sesuatu hanya dari luarnya saja, karena belum tentu yang kita lihat buruk ternyata didalamnya baik, dan begitu juga sebaliknya." Lanjut Ibu sambil berdiri dan mengusap lembut keningku.

Kemudian Ibu pun pergi meninggalkan kamarku.
Sejenak aku merenung nasehat-nasehat dari Ibu; "Ya, Ibu. Amelia akan terus mencoba dan mencoba sampai pekerjaan aku dapat." Hati kecilku berkata dengan semangat.

***

Mentari pagi mulai menampakkan sinarnya, embun pagi pun masih membasahi rumput dan dedaunan. Aku pun telah mempersiapan diri hendak berangkat, meski dalam hati kecilku dipenuhi dengan keraguan, namun aku terus mencoba melawan keraguan itu.

Motor supra X yang aku kendarai melaju dengan kecepatan tinggi, karena jalan masih sepi. Hingga akhirnya aku sampai di perusahaan yang aku tuju masih terlalu pagi. Namun keberuntungan tak berpihak pada diriku surat lamaran kerjaku tertinggal di rumah dengan sedikit hati merasa kesal dengan keteledoran ku sendiri, aku pun harus kembali pulang mengambilnya. "Ah, sial!" umpat ku dalam hati.

Namun niat ku untuk kembali pulang aku urungkan, dan aku mencoba melangkah menuju pintu gerbang perusahan. Di pintu gerbang terlihat seorang lelaki berdiri dengan sigap dan berpakaian sangat rapi. "Itu pasti Security," gumam ku.

Dengan langkah pasti aku pun memberanikan diri untuk menyapanya; "Selamat pagi, Pak."

"Selamat pagi juga, mbak," jawab Security dengan senyum di bibirnya terlihat keramahan saat menyambut tamu.

Aku mengulurkan kartu nama pemberian wanita kemarin, lalu Security menganggukkan kepala dan tak lama ia pun angkat bicara; "Mbak, pergi ke sebelah sana." Kata Security sambil menujuk ke arah yang di maksud.

"Kemudian sampai ke lift yang ada di samping pintu, dan pergilah ke lantai tiga." Lanjutnya panjang lebar Security memberi arahan.

Setelah semua jelas aku pun pergi mengikuti arahan dari Security, dengan hati berdebar-debar aku mencoba untuk tetap tenang dan memasuki lift. Sesampai di lantai tiga, suasana begitu sejuk hawa dingin terasa pada pori-pori kulitku. Langkahku berhenti di salah satu ruangan di atas pintu masuk ada tertera tulisan Ruangan Manager Ida Susilo. "Ya, aku tak salah lagi." batin ku.

"Tok... Tok... Tok!" pintu aku ketuk.

"Silahkan masuk." Suara dari dalam.

Perlahan aku membuka pintu, dan melangkah mendekati wanita yang duduk membelakangi meja, sepertinya wanita itu sedang melakukan print berkas.

"Silahkan duduk," wanita itu kembali berbicara tanpa memandangku.

Setelah aku mengucapkan terima kasih, dengan hati berdebar-debar aku pun duduk di salah satu kursi yang ada di ruangan itu. Tak lama kemudian wanita itu memutar badannya. Betapa aku terkejut ketika melihat wajah wanita di hadapanku ini. "Ah, apakah aku mimpi?" sambil mencubit lenganku memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi.

Senyuman manis terukir di bibir wanita dihadapanku, nampak raut muka yang begitu wibawa, tidak seperti saat bertemu kemarin. "Surat lamaran kerja kamu?" tanyanya.

"Maaf, Bu. Saya lupa membawa surat lamaran kerja." Jawabku dengan rasa bersalah.

"Oh. Tidak masalah."

"Kamu besok sudah bisa mulai bekerja. Dan ini lampiran untuk kamu baca. Aturan-aturan kerja sudah tertulis disini." Ia mengakhiri kalimatnya.

"Terima kasih, Bu." Jawabku dengan penuh kegembiraan.

"Kamu boleh pulang dan jangan lupa surat lamaran kerja besuk kamu bawa." Ucapnya.

Dengan menganggukkan kepala tanda hormat aku pun berdiri dan melangkah meninggalkan ruangan itu. Pintu aku tutup dengan pelan. Akhirnya aku pun mendapat pekerjaan.

Benar kata Ibuku, jangan pernah berprasangka buruk kepada orang lain karena yang kita lihat buruk belum tentu dalamnya buruk, begitu juga sebaliknya. Gagal tak harus disesali melainkan berusaha, mencoba dan mencobanya lagi.

Selesai

Penulis: Lisa Nel
Catatan: Cerita fiksi, semoga dalam alur cerita ini bisa diambil hikmahnya.

Posting Komentar

0 Komentar