Recents in Beach

Rasa Itu Tak Salah






Rasa itu tak salah


"Ah, masih terlalu pagi," Sofia meletakan kembali jam weker di meja samping tempat tidur, lalu ia menarik selimut untuk melanjutkan tidur nya. Pagi itu  terasa tenang tak ada suara kendaraan berlalu lalang, mungkin karena hari minggu dan warga pada menikmati hari libur setelah enam hari bekerja.  Sofia adalah anak dari seorang petani biasa yang tinggal di sebuah kampung kecil di pingiran kota. Namun karena ketekunannya ia telah menjadi seorang wanita mandiri, dengan karier yang ia tekuni, kini Sofia telah memberikan kebahagian pada orang tuanya.


Irama nada dering ponselnya membuat ia membuka mata, pesan singkat yang dikirim Cairo, menuntut ia harus mengakhiri tidur nya. Setelah membaca ia meletakkan ponsel tanpa menjawab pesan itu. Sofia bangun dari tempat tidur lalu menghampiri laptop yang ada di meja sudut ruangan. Perlahan jarinya menekan power on, kemudia ia meninggalkan laptopnya dan menuju kamar mandi. Tak lama kemudia Sofia telah selesai mandi, dengan rambut yang masih basah, dan dibalut handuk kecil ia membalas pesan, Cairo; "Saya sudah siap di depan laptop, ditemani secangkir kopi, Bos," Sofia mengirim pesan itu.


"Pesan kamu selalu membuat saya tersenyum membacanya, Sofia,"  balas Cairo.

Ya, hari ini Sofia akan membantu Cairo untuk mencari masalah pada projek yang di kerjakan oleh Cairo. Kedua sahabat ini meskipun berbeda keahlian namun mereka saling membantu satu sama lain. Cairo yang memiliki keahlian di bidang programer, jauh beda dengan Sofia yang memiliki keahlian di bidang marketing.

"Ini masih belum bisa digunakan, mungkin ada kesalahan pada skripnya,"  kata Sofia.

"Saya sudah perbaiki, coba lagi," balas Cairo.

"Masih belum bisa," balas Sofia.


Suasana hening, matahari di luar sana semakin berada di sebelah barat namun kedua sahabat ini masih belum beranjak dari depan laptopnya masing-masing. Sofia merentangkan tangan ke atas untuk melepas kepenatan pada tangannya, lalu meneguk kopi yang sudah mulai dingin.


Mungkin ini hanya persahabatan biasa, tapi tidak bagi Sofia. Karena Sofia merasa ada getar aneh, saat menerima ataupun membalas pesan dari Cairo. Bahkan kadang terlalu berlebihan, malu rasanya, jika Sofia ingat rasa cemburu yang tidak pada tempatnya. Waktu itu Cairo menyebut sebuah nama. Mungkin benar hanya kebetulan, tapi entah dari mana datangnya, sehingga Sofia merasa cemburu luar biasa dengan nama Adela yang disebut Cairo.


Setelah itu, Sofia tak bisa memejamkan mata, ia terus mencari profil yang disebutkan Cairo. Padahal akal sehatnya sudah mengingatkan bahwa Cairo hanya sekedar bertanya; "Kamu kenal nama Adela?"


"Tidak! Siapakah dia?" balas Sofia secepat kilat.


"Ah, tidak! Cuma tanya saja, sepertinya dia baru dalam dunia maya." Balas Cairo.


Tapi kenapa Sofia terus saja merasa cemburu, padahal pacar juga bukan. Cairo hanyalah sebatas sahabat, lalu Sofia senyum-senyum sendiri sambil jemarinya terus lincah menari di atas keyboard laptopnya.


Kembali Cairo mengirim pesan: "Coba lagi."


Dengan lincah tangan Sofia mencoba skrip yang dikirim oleh Cairo; "Yes! Sudah bisa digunakan dengan normal."


"Wow, bagus," jawab Cairo dengan rasa bahagia.

"Sekarang tinggal masalah yang satu lagi yang harus di cari solusinya," lanjut Cairo.

"Iya, mari kita sama-sama cari solusi." Jawab Sofia cepat.


"Besok kita lanjut, sekarang istirahat dan mari kita makan dulu."


Mendengar kalimat makan, Sofia segera melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya; "Oh My God! Sudah hampir waktunya makan malam." Bisik hati kecilnya.


Ya, Sofia tak merasa lapar ketika ia seharian menemani Cairo yang mencari masalah pada projek yang dibuat Cairo tak bisa berfungsi. Kemudian Sofia menutup laptopnya, lalu ia pergi ke sebuah warung untuk membeli makanan. Semangkok mie ayam yang ia pesan telah terhidang di hadapannya, aroma kelezatan mie ayam, menggugah selera makannya yang memang ia sedang kelaparan.


                                     ******


Sore itu, Sofia pergi ke bandara menyambut kedatangan Cairo. Betapa senang hati Sofia ketika pertemuan itu, Cairo yang selalu membuat hari-harinya tersenyum akhirnya bisa bertemu, jabat tangan dan berpelukan membuat Sofia nyaman berada di samping Cairo.


"Hai, Sof! Akhirnya kita bisa ketemu juga, senang bisa benar-benar sampai ke Indonesia," kata Cairo penuh kegembiraan sambil melepas pelukannya.


Sofia pun tersipu sambil menurunkan tangannya dan menundukkan kepala.


"Emmm, sejak dari pesawat tadi aku sudah membayangkan makan mie kesukaanmu, yang sering kamu ceritakan itu." Kata Cairo kemudian. Saat mengatakan kalimat itu, mata Cairo sambil memandang Sofia. Seperti tersihir Sofia untuk tidak menyia-nyiakan pandangan teduh itu. Tak urung membuat Sofia tersipu, salah tingkah menyembunyikan gemuruh di dadanya.


Lalu mereka beradu pandang lagi, kemudian berjalan keluar bandara. Di dalam taksi mereka tak banyak bicara. Aneh memang, mereka bisa lancar bersahutan saat berchatting, tapi saat bertemu muka seperti ini, seolah mulut mereka terkunci. Bahkan hanya deru mesin taksi yang begitu halus nyaris tak terdengar yang mendominasi. Terlalu asyik Sofia menata haru biru dadanya hingga; "Ibu, pak! Sudah sampai, benar ini tempatnya?" Suara sopir taksi, mengejutkan Sofia.


"Oh. Hmmm, maaf, betul pak." Jawab Sofia datar. Dengan sigap Cairo keluar lebih dulu, lalu bergegas membukakan pintu untuk Sofia. "So... Sweet," batin Sofia namun yang keluar dari mulutnya adalah ucapan terima kasih yang agak tersendat.


"Oh My God! Kenapa aku jadi salah tingkah begini? Please rasa, jangan kamu begini, meski lagi happy!" Sofia menenangkan diri. Mereka lalu masuk sebuah rumah makan yang khusus menyajikan mie. Setelah mengambil tempat duduk Sofia segera memesan dua mie kuah.


Tak berapa lama mie kuah pesanan mereka terhidang. Namun Cairo bingung; "Ini pakai daging? Aku tak makan daging, Sofia."


"Oh. Maaf, aku tidak tahu, kamu tidak makan daging, soalnya tak pernah bercerita." Jawab Sofia dengan mimik seperti anak-anak yang melakukan kesalahan.


Hal itu membuat Cairo jadi gemas "Ok. coba sini telinganya aku kasih tahu." sambung Cairo meledek. Dan secepat itu, kecupan mendarat di pipi Sofia.


Lalu sofia memanggil pelayan untuk memesan mie yang tidak memakai daging tapi dengan tahu goreng. Setelah terhidang mereka tertawa bersama dengan menu tanpa persiapan itu. Tiba-Tiba Sofia terbangun dari tidur nya; " Aahh... Hanya mimpi?" Sambil meraba pipinya Sofia kembali memeluk guling berharap Cairo belum pergi dari mimpinya.


                                           *****


Keesokan harinya, matahari pagi masih malu-malu menampakkan sinarnya namun Sofia sudah berada di sebuah taman tak jauh dari rumahnya, jogging itu kebiasaan yang dilakukan Sofia pada pagi hari sebelum berangkat kerja. Ia berlari-lari kecil, tapi tiba-tiba berhenti dari larinya, lantas ia duduk di bangku tak jauh dari ia berdiri. Kemudian mengambil ponsel dari saku celananya dan kemudian aplikasi Gmail ia tekan. Jari Sofia lincah menekan huruf demi huruf.



Dear Cairo,

Selamat pagi
Saya rasa projek kamu itu sudah sempurna, tapi entah kenapa ketika orang lain menggunakannya masih ada kesalahan dan tak bisa digunakan. Menurut saya, sekarang yang harus kamu lalukan ialah untuk merancang projek itu agar bisa digunakan dengan perangkat yang paling rendah. Maaf, ini hanyalah pendapat saya dan semua kembali kepada anda. Saya yakin anda bisa membuat yang terbaik.


Setelah Sofia mengakhiri kalimatnya lalu ia tekan tombol kirim. Dan menyimpan kembali ponsel ke saku celananya, kemudian ia pun berdiri dari tempat duduknya dan berlari kecil menuju rumah karena sebentar lagi harus berangkat kerja. Sesampainya di rumah Sofia pun membersihkan badan lalu bersiap berangkat kerja. Dengan langkah tenang ia menelusuri jalan setapak menuju halte, dan tak lama kemudian bis yang ia tunggu pun datang.


Sesampai di tempat kerja Sofia langsung memasuki ruangan kerja, komputer di hidupkan setelah itu Sofia melihat email masuk. Ya, begitulah Sofia mengawali aktifitas hariannya. Di antara deretan email yang masuk ia melihat email dari Cairo; "Emmm, tak biasanya, dia membalas email sepagi ini," Gumam Sofia sambil mengarahkan mouse untuk membuka email dari Cairo.


Hi Sofia,

Ya, memang kamu benar, saya harus melakukan itu, dengan metode baru sehingga projek ini bisa berjalan lancar. Benar Sofia, kamu sudah membantu saya menemukan masalah. Dengan bantuan kamu, saya telah mampu memahami masalah ini dan harus dapat memperbaikinya satu per satu. Terima kasih Sofia!

Setelah membaca email itu, Sofia terdiam, jarinya seakan tak mampu untuk menggerakan mouse yang ia genggam. Pandangannya lurus menatap layar komputer dan mencoba menghadirkan kembali berbagai peristiwa yang dilewati bersama Cairo. Terkadang, Sofia merasa menjadi seorang yang paling menyebalkan bagi Cairo, karena selalu ingin tahu apa yang Cairo lakukan. Dan terkadang, rasa rindu yang mendalam yang Sofia rasakan jika sehari tak menerima pesan dari Cairo.


Kini masalah yang dihadapi Cairo dengan projek yang ia buat telah mendapatkan solusinya. Namun, Sofia merasakan ada sesuatu yang merayapi hatinya. Ya, terkadang rasa itu datang tiba-tiba dan tak mampu Sofia pungkiri, tapi di sisi lain Sofia sadar bahwa rasa itu tak salah datang di hatinya. Ia menarik nafas dalam-dalam lalu di hembuskan perlahan, mencoba damai dengan rasa yang ia rasakan dan terucap dari bibirnya; "Ah, biarlah waktu yang akan menentukannya."


                                                         SELESAI



Penulis : Lisa Nel
Alur cerita : Fiksi

Salam sukses dan keep writing!

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Alur yang bagus. Spertinya ini cerpen true story beberapa tahun silam.

    BalasHapus