Recents in Beach

Yang Sesungguhnya (Bagian 1)


Yang Sesungguhnya

"Jiaaa, apa yang kamu renungkan, Dhela?"

"Buset, bikin orang terkejut," jawab Dhela sambil memalingkan kepalanya kearah Renata.

"Habis, pagi-pagi sudah merenung, kesambet demit ambeyen tahu rasa kamu. Hikikiki…!!!" Renata menjawab sambil menggurau lalu menarik kursi dan duduk di sebelah Dhela.

"Hahaha... Ada-ada saja kamu, Ren." Canda'an ringan Renata sukses, seutas senyum memecah wajah suram Dhela.

Dhela dan Renata dua sahabat yang cukup baik, mereka berdua berteman semenjak di bangku SMA dan kemudian mereka  melanjutkan kuliah di universitas gajah mada Malang. Dhela dikenal sebagai wanita yang cantik dan banyak teman-teman wanita iri akan kecantikannya. Sedangkan Renata dikenal sebagai wanita sederhana bahkan banyak teman-teman sekampusnya yang mencibir  karena penampilan yang terlalu sederhana, celana jeans dan kaos oblong itulah pakaian yang selalu dipakai ketika ia pergi ke kampus. Namun persahabatan Dhela dan Renata tetap terjalin dengan baik, bahkan saling membantu satu sama lain. Di sisi lain Daniel dosen bahasa Inggris  diam-diam menyukai kesederhanaan Renata.

Mentari pagi malu-malu menampakkan sinarnya di ufuk timur, kabut tipis menyelimuti permukaan bumi, dan embun pagi menempel di dedaunan, udara dingin masih terasa di sela-sela sinar mentari. Dhela menarik nafas dalam-dalam lalu dihembuskan perlahan, matanya menatap lurus ke depan. Sedangkan Renata hanya bisa diam tanpa ada sepatah kata, lalu tangan Renata menepuk lembut bahu Dhela; "Aku paham apa yang sedang kamu pikirkan, dan aku mengerti apa yang kamu rasakan. Tapi, kamu juga harus mengambil keputusan yang bijak." Kata Renata lirih.

"Aku bingung, Ren!" Jawab Dhela singkat.

"Kenapa mesti bingung?" Renata kembali bertanya.

"Hmmmm, mungkin aku perlu waktu untuk memikirkan." jawab Dhela lirih hampir tak terdengar oleh Renata.

"Baiklah, aku yakin kamu dapat mengambil keputusan yang lebih baik." kata Renata sambil berdiri.

"Yuk, kita jogging biar pikiran fresh! Hehehe." Lanjut Renata sambil tersenyum ke arah Dhela.

"Malas ah, sana kamu jogging sendiri." Jawab Dhela datar.

Renata melangkah meninggalkan Dhela yang masih duduk di beranda, namun sesampainya di depan pagar Renata berpapasan dengan  Santi dan Anita. Renata menyapa kedua wanita itu dengan ucapan selamat pagi, namun mereka berdua tak menjawab. Renata berlalu tanpa menghiraukan bisik-bisik Santi dan Anita yang selalu membuat hati Renata pedih.  Sementara itu Dhela masih enggan meninggalkan tempat duduknya, ia membiarkan anggannya terbang menelusuri  alam hayalan. Di mana kata-kata Ayah dan ibunya, ingin menjodohkan dirinya dengan pria pilihan orang tuanya.

"Menikah? Atau menolak?" Gumam Dhela.

Menikah dengan orang yang tak dicintai akan terasa sulit, tapi akan lebih parah jika menolak. Tentu ayah dan ibu akan sangat kecewa. Di situ lah, Dhela harus perperang melawan ego dan logika, sehingga pada akhirnya ia pun harus memilih menikah.

Matahari semakin meninggi, jogging Renata sampai di sebuah taman, larinya diperlahan ketika melihat seorang pria separuh baya dan seorang wanita lebih muda dari pria itu duduk di bangku pingir taman. Perlahan Renata mendekati mereka, namun dalam beberapa jengkal langkahnya berhenti; "Ups! Subhannallah, na'udzubile sedang icikiwir?!!" gumam Renata sambil menutup matanya.

Ternyata pria itu sedang memadu kasih, anehnya mereka sudah cukup umur bahkan sudah bisa dipanggil kakek dan nenek tapi tingkahnya melebihi anak remaja. Akhirnya Renata pun menjauh meninggalkan tempat itu, ia berlari-lari kecil melanjutkan joggingnya dan memilih jalan memutar  agar cepat sampai ke rumah kosnya.

Sesampai di rumah kosnya Renata langsung menyambar handuk yang ada di sofa ruang tamu, lalu ia pun pergi mandi. Seusai mandi dan tangannya mengeringkan rambutnya pakai handuk. Renata mendekati Dhela yang sedang makan mie rebus; "Tahu nggak, kamu?"

"Nggak tahu," jawab Dhela sambil menghentikan suapan ke mulutnya.

"Tadi, andai kamu ikut jogging pasti melihat sesuatu yang lucu." Sambung Renata.

Kemudian Renata bercerita tentang sepasang kakek dan nenek yang bercinta di pinggir taman. Pada awalnya Renata menganggap nenek yang berada di pangkuan kakek itu sedang sakit, tapi setelah didekati ternyata kakek tersebut sedang bercinta. Dhela mendengarkan cerita Renata dengan perasaan tegang. Sedangkan Renata bercerita dengan nada serius.

"Wkwkwkwkwk....!" Akhirnya mereka berdua tertawa bersamaan.


***

6 bulan kemudian:

Suasana pagi yang cerah, terlihat para pelayan hotel berbintang lima nampak sibuk, janur kuning dan balon menghiasi pintu gerbang hotel tersebut. Ya, hari ini hari di mana Dhela melangsungkan pernikahan, dengan James pria pilihan orang tuanya, meski hatinya belum ada cinta, namun Dhela mencoba menerima James sebagai suami. Di depan para undangan Dhela terlihat romantis sekali di samping James. Ayah, ibu, dan keluarganya terlihat bahagia melihat Dhela tak ada masalah dengan James. Tapi, lain dengan hati Dhela ia lakukan itu semua demi melihat orang tuanya bahagian dan sekaligus membuktikan bahwa dirinya anak yang berbakti. Demi kedua orang tuanya Dhela rela mengorbankan perasaannya.

Para tamu undangan pun sudah mulai tiba, Dhela mengundang seluruh teman kampusnya dan seluruh dosen. Di ujung ruangan tak jauh dari pintu masuk Santi, Anita dan kawan-kawannya duduk: "Ee... Itu teman dekat Dhela kenapa belum datang?" Suara Anita tiba-tiba.

"Maksudmu, Renata?" Salah satu temannya menjawab.

"Iya, siapa lagi kalau bukan, dia." Jawab Anita.

"Mungkin, dia tidak datang! Soalnya tidak punya baju untuk dipakai menghadiri pesta pernikahan,"  Sambung Santi sambil mengedipkan matanya.

"Atauuuu, jangan-jangan dia tak diundang di pesta ini." Sela Prengki yang ada di belakang Santi.

"Hahahaha..."

Mereka tertawa bersamaan, dan membuat para undangan lainnya melihat ke arah mereka, begitupun dosen Daniel menggelengkan kepala. Tak lama kemudian dosen Daniel melihat jam di tangannya, acara 15 menit lagi dimulai tapi kenapa Renata belum kelihatan. Kemudian ia berdiri dan berjalan ke arah Dhela dan suaminya, sesampai tiba di depan mereka dosen Daniel bertanya; "Acara sudah mau dimulai tapi kenapa."

Kata-kata dosen Daniel belum selesai tapi Dhela menyelanya sambil tersenyum; "Renata belum datang!"  Ya, memang Dhela tahu kalau dosen Daniel menaruh hati pada sahabatnya, Renata.

"Itu, dia datang." Kata James sambil jarinya menunjuk arah pintu gerbang.

Semua mata terbelalak, terkejut, setiap pupil yang hadir di pernikahan mewah itu merekam fenomena langka, yang membuat setiap benak merasa tak habis pikir.

"Renata!!?? Yaa ampuun."

"Apa-apa'an. Dia?"

"Luch nggak nyehi banget deh."

"Arghh!! Dasar sampah, dimana-mana tetap bikin sepet suasana!"

"Iya yaah, sederhana sih sederhana tapi nggak begitu juga kelues."

Desas-desus, kasak-kusuk, mempergunjing dan mencibir atas apa yang terlihat.

Renata dengan raut senyum ramah khas dirinya, berjalan perlahan dari arah gerbang, kaki jenjangnya melangkah menginjak karpet merah. Dengan percaya diri seolah acuh pada setiap pandangan merendahkan, pandangan angkuh dari setiap orang elit yang hadir, ia menghampiri sepasang mempelai, yang satu berbalut bahagia sedang calon pasangan hidupnya berkubang kegundahan.

Gundah karena paksaan, rasa sungkan dan patuh menuntun dirinya menjadi rapuh dalam pendirian, terpaksa mengurung ego demi sebuah bakti walau sejatinya mencabik hati.

"Hai Dhela, selamat menempuh hidup baru, semoga menjadi keluarga yang bahagia?!" Seuntai do'a berbalut senyuman penuh arti, setidaknya mampu meluluhkan kesedihan yang Dhela rasa.

Keduanya cipika-cipiki dengan santainya ketika semua mata tertuju memandang dengan berbagai pikiran negatif, pandangan sinis, risih dan jengah.

Penulis: (Kolaborasi)
Muhammad Arbain & Lisa Nel


  Catatan: Cerita fiksi, dan apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun jalannya cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Posting Komentar

0 Komentar