Recents in Beach

Cerbung - Mutiara Persahabatan Bagian Terakhir


Baca cerita sebelumnya : Mutiara Persahabatan Bagian empat

Pagi pun tiba dengan membawa keindahan, orang-orang berlalu lalang untuk berangkat beraktifitas masing-masing. Gedung-gedung yang semula lengang kini nampak ramai. Namun lain dengan Rita yang masih berada di rumah, entah kenapa ia begitu malas pagi ini untuk menjalankan tugasnya. Setelah memberitahu salah satu rekan kerjanya bahwa ia akan datang ke kantor pada pukul 11:00. Rita pun kembali duduk di sofa ruang tamu, segelas susu hangat dan sekeping roti tawar berada di meja. Sambil nonton televisi Rita menikmati hidangan paginya.

Jarum jam telah menunjukkan pukul 10:30, Rita telah bersiap-siap berangkat ke tempat kerja. Langkahnya pelan namun pasti, sesampai di tempat kerja ia mendengar suara gaduh dimana para karyawan melakukan aktifitas. "Hmmm, ada apa lagi ?" kata hatinya seraya melangkah ke ruangan itu. Para karyawan terdiam setelah melihat kedatangan Rita. Ditatapnya satu per satu orang-orang di dalam ruangan itu. "Ada apa lagi? Setiap hari pasti ada gaduh?" pertanyaan Rita tidak ada satupun yang menjawab, lalu mereka kembali melanjutkan pekerjaannya. Tapi lain dengan salah satu karyawan ini, ia melangkah mendekati Rita yang masih berdiri di tempat.

"Gara-gara kamu, sehingga peraturan perusahan ini diperketat."  kata karyawan itu sambil menujuk jari pada wajah Rita.

"Djacka, seharusnya anda pun juga sadar. Apakah anda sudah menjadi karyawan yang baik dengan mematuhi peraturan perusahaan?" jawab Rita sambil tersenyum dan kemudian melangkah pergi dari tempat itu.

Djacka terdiam dan membiarkan Rita berlalu dari hadapan nya. Setelah Rita hilang di balik pintu semua karyawan mentertawakan Djacka. "Ah, kalian semua mau diperbodoh oleh wanita itu," Djacka membela diri.

Tak terasa matahari pun mulai redup, pertanda sebentar lagi senja pun tiba. Rita berdiri dari tempat duduknya dan melangkah mendekati cendela. Matanya menatap jauh keluar dan pikiran melayang-layang kenapa Ardan menulis semua tentang kehidupan sehari-harinya tanpa ada sedikit rahasia yang disembunyikan. Bunyi handphone mengejutkan Rita, lalu ia pun melangkah kearah meja, diambil handphone dan di baca pesan yang masuk. "Astaga, hampir lupa kalau hari ini si bibi ngajak saya makan bareng di rumah," kata hati kecil Rita sambil membalas pesan pembatu rumahnya.

Ya, bi Siti seorang wanita separuh baya yang telah membantunya selama Rita tinggal di luar negara. Apartemen mewah yang dilengkapi perabotan lengkap dan seorang pembantu yang disediakan perusahaan untuk Rita tinggal selama menjalankan tugasnya. Di sini Rita terasa menemukan sesosok ibu yang ia rindukan selama ini. Tutur kata bi Siti yang lemah lembut sangat terlihat beliau adalah seorang wanita yang memiliki pengalaman hidup yang sulit untuk diungkapkan.

Rita segera mengemas berkas-berkas lalu mematikan komputer dan kemudian pergi meninggalkan ruangan kerjanya. Sesampai di apartemen, Rita mencium bau harum, ia pun melangkah ke dapur dimana bi Siti yang sibuk menyiapkan makan malam.

"Bibi masak apa, baunya harum sekali sampai ke depan?" pertanyaan Rita mengejutkan bi Siti.

"Bibi lagi masak yang belum pernah kamu makan," jawab bi Siti bersahaja.

"Tapi bi, kok  masaknya banyak sekali, kita kan cuma 2 orang saja?" Rita bertanya lagi.

"Hari ini ada tamu datang non, sebab itu bibi masak banyak," jawab bi Siti sambil tersenyum.

"Cepat mandi, non," lanjutnya.

Kata-kata itu setiap hari Rita dengar ketika ia pulang kerja.

"Iya bi. Hmmm... Siapa yang mau datang?" suara Rita penuh dengan penasaran.

"Adalah, nanti kamu juga tahu," jawab bi Siti sambil melanjutkan masaknya.

Rita mengganguk pertanda mengerti apa yang bi Siti maksud. Kemudian ia pun melangkah menuju kamarnya. Rita menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur sambil menerka-nerka siapa tamu yang akan datang, namun ia tidak dapat menjawab pertanyaannya sendiri, dan selang beberapa menit kemudian Rita pun bangun dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Seusai mandi ia pun bercermin dan menyisir rambutnya. Tubuhnya yang dibalut kaos singlet warna merah dan celana pendek warna putih ini sangat serasi dan nampak anggun sekali. Rita keluar kamar namun bersamaan dengan itu pintu kamar yang berhadapan dengan kamarnya pun terbuka.

Rita terkejut,  "Ardan..."

Belum sempat rasa terkejutnya hilang ia merasakan lengannya ada yang menarik.

"Terkejut ya?" kata Ardan berbasa basi sambil terus menggandeng tangan Rita.

"Jelas dunk," jawab Rita lirih dan membiarkan tangan Ardan menggandeng tangannya.

Sesampainya di ruang makan disambut senyuman oleh bi Siti, senyuman yang memiliki arti tersendiri yang terpancar dibalik mata wanita separuh baya ini. Ardan pun melepaskan tangannya dan menarik kursi mempersilahkan Rita duduk.

"Silahkan duduk nona!"

"Ah, kamu Ar, seperti saya orang istimewa saja, seharusnya saya yang melakukan itu karena kamu tamu disini," jawab Rita tersenyum kearah Ardan.

Akhirnya mereka bertiga tertawa bersamaan, dan menikmati hidangan dengan penuh kebahagian. Sesekali bi Siti melirik kearah mereka, ia sangat seneng melihat kedua muda mudi di hadapannya ini nampak serasi, dan dalam hati bi Siti berdoa agar mereka bisa bersatu dalam sebuah ikatan rumahtangga.

                                                               ***

Sementara itu Rini sangat terkejut mendengar bahwa Ardan saat ini berada di Amerika. Tanpa berpikir dua kali ia pun segera memesan tiket. Rasa cemburu yang mengebu-ngebu kuat di hatinya, ke egoisan yang ia miliki benar-benar tidak dapat dibendung dengan apapun. Akhirnya Rini pun terbang mengikuti rasa hati. Namun, saat dalam perjalanan menuju hotel yang dipesan untuk menginap selama di Amerika, taksi yang ia tumpangi melaju dengan kecepatan yang tak dapat dikendalikan oleh sopir taksi itu sendiri.

"Braaaakkkkk..."

Suara benturan keras memekik telingga, taksi yang ditumpangi Rini terbalik. Seketika itu jalan raya macet dan orang-orang berdatangan melihat apa yang terjadi. Pihak kepolisian pun segera menolong korban kecelakaan itu. Ketika mobil Ambulan akan melaju membawa korban untuk memberi pertolongan secepat mungkin, tiba-tiba berhenti setelah mendengar teriakan dari salah satu orang yang berkerumun.

"Wait, can I see that woman?"

"Who are you?" tanya salah satu polisi itu.

"My name is Rita, I came from Indonesia."

Setelah pihak kepolisian memberi ijin Rita melihat siapa korban itu. Rita sangat terkejut disela-sela darah yang mengalir di muka wanita itu.

"Rini," jeritnya dalam hati.

Setelah berbincang-bincang sebentar dan Rita pun mengatakan bahwa ia kenal dengan wanita itu, akhirnya ia pun di ijinkan ikut ke rumah sakit.

Dalam perjalanan menuju rumah sakit Rita mengirim pesan ke Ardan bahwa Rini kecelakaan. Ardan terkejut dengan berita itu, namun ia pun segera pergi menuju rumah sakit yang Rita tunjukan.

Rita duduk di ruang tunggu dengan hati berdebar-debar walau bagaimanapun hati kecil Rita tidak sampai hati melihat keadaan Rini saat ini, meski Rini menaruh kebencian pada dirinya. Ardan pun telah sampai, dan tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan darurat, setelah menjelaskan luka-luka di tubuh Rini dokter itu berlalu. Rita dan Ardan masuk melihat Rini yang terbaring lemah, matanya tertutup rapat. Rita menarik napas dalam-dalam begitu juga Ardan.

"Kita pulang dulu," kata Ardan.

Rita mengganguk dan melangkah mengikuti Ardan. Tak ada sepatah kata pun dari mereka berdua, seakan mereka sedang menikmati kata hati masing-masing.
                                                             
                                                                     ***

Siang itu Rini yang kesehatannya sedikit demi sedikit telah kembali pulih, dan ia pun sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Kedua orang tuanya datang untuk membawa pulang ke Indonesia. Rini yang duduk di kursi roda nampak merenung memikirkan nasib yang menimpanya. "Mungkin kalau aku tidak egois pasti ini tidak akan terjadi, kini kaki sebelahku patah. Ya, nasi sudah menjadi bubur," rintihan hati Rini dan air mata pun jatuh di pipinya. Apa lagi melihat kebaikan Rita yang merawatnya, meski Rita di sibukan dengan rutinitas keseharian, Rita masih bisa merawatnya dengan baik. Kebencian di hati Rini kini terbalik dengan rasa persahabatan yang mendalam.

Rita bergegas memasuki rumah sakit, namun ia tidak melihat Rini berada di kamarnya, ruangan itu kosong, ia pun berlalu dan menuju ke ruang informasi guna mencari tahu keberadaan Rini. Petugas informasi memberikan sebuah amplop warna putih kepadanya. Kemudian Rita pun membuka amplop yang berisi selembar kertas. Dengan tangan gemetar Rita membuka lipatan kertas itu.
 

Dear Rita, 
Terima kasih yang sebesar-besarnya, atas waktumu untuk merawat saya disini. Dan sekarang saya sudah di ijinkan pulang, kedua orang tua saya pun telah datang untuk menjemput. Mohon maaf kalau sebelumnya saya tidak memberitahu kamu.
 
Dan percayalah, kita akan selalu ada dalam setiap canda dan tawa, dan saya pun berharap kamu dan Ardan bisa bersatu, karena itu impian dari diri Ardan. Aku merasa sangat menyesal dengan apa yang telah aku lakukan. Mungkin ini adalah keadilan Tuhan untuk merubah kebencian menjadi sebuah persahabatan yang dihiasi sebuah mutiara.
 
Salam,
Rini
 
Butir-butir bening jatuh di pipi Rita seakan mengiringi haru yang ia rasakan. Dan tanpa ia sadari Ardan berada di sampingnya, jari-jari Ardan mengusap lembut butiran air mata itu. Sangat lembut menembus ulu hati Rita. Sesaat mereka terdiam dalam kesunyian dan Rita pun tenggelam dalam pelukan Ardan.
 
 
SEKIAN
 
 
Salam kreasi dan berimajinasi!

Posting Komentar

0 Komentar